Selamat datang Siswa-siswi Baru di Yayasan Nurussyamsi

Mukadimah

Bismillah, teriring do'a Ikhwah semoga kita senantiasa dalam ketaatan dan menetapi jalan kebenaran dijalan Allah 'azza wa jalla dan RasulNya

Dari Al Aghar bin Yasar Al Muzanniy radhiyallahu 'anhu, ia berkata : "Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Wahai manusia, Bertaubatlah kalian kepada Allah ta'ala dan mohonlah ampun kepadaNya, sesungguhnya saya bertaubat seratus kali setiap hari." (HR. Muslim)

Wahai saudara marilah kita membiasakan dan berusaha untuk selalu bertaubat kepada Allah ta'ala setiap hari, setiap saat, setiap waktu, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam sendiri beliau seorang yang dijaga dari dosa dan diampuni dosanya yang lalu dan yang akan datang oleh Allah ta'ala, beliau sendiri merasa takut sekali kepadaNya, lalu bagaimana dengan kita ? Kita berdoa kepada Allah ta'ala agar kita dijaga dari perbuatan dosa dan dijadikan kita semua termasuk kedalam golongan hamba-hambaNya yang ikhlas bertaubat kepadaNya. أمين Allahu musta'an

Kata Mutiara

QS Al-Baqarah : 45

Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

Kata Mutiara

Hari kemarin adalah mimpi dan hari esok adalah visi, jangan jadikan hari kemaren sebagai sebuah penyesalan dan jangan pula menatap hari esok dengan ketakutan.
Kita selalu berharap pengalaman kemarin selalu bisa bermanfaat hari ini dan rencana hari ini bisa berguna esok hari.
Semua itu adalah harapan dan harapan adalah bagian dari doa.
Sama seperti doa, tidak semua harapan terwujud dengan nyata dan hal tersebut tidak perlu menjadikan kita berhenti untuk berharap.

Selasa, 10 Agustus 2010

Jangan Takut Menjadi Guru


Undang-Undang Guru dan Dosen mengajak kita percaya bahwa program kualifikasi, sertifikasi, dan pemberian beberapa tunjangan untuk guru akan meningkatkan kualitas guru dan secara otomatis mendongkrak mutu pendidikan. Tentu kita tidak percaya sepenuhnya. Mengapa? Karena ada satu hal yang sering kali terluput dari diskursus tentang rendahnya kualitas guru di Indonesia, yaitu soal birokratisasi profesi guru.

Birokratisasi profesi guru di zaman Orde Baru telah menghasilkan mayoritas guru bermental pegawai. Orientasi jabatan sangat kental melekat dalam diri para guru. Jabatan guru utama—sebagaimana layaknya guru besar di perguruan tinggi—tidak lagi dilihat sebagai tujuan puncak karier yang harus diraih seorang guru, melainkan lebih pada jabatan kepala sekolah atau jabatan-jabatan birokrasi lainnya di dinas-dinas pendidikan maupun di departemen pendidikan. Semangat profesionalismenya luntur seiring terjadinya disorientasi jabatan ini.

Birokratisasi juga menciptakan hubungan kerja "atasan-bawahan", yang lambat laun menghilangkan kesejatian profesi guru yang seharusnya merdeka untuk menentukan berbagai aktivitas profesinya tanpa harus terbelenggu oleh juklak dan juknis (petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis) yang selama ini menjadi bagian dari budaya para birokrat. Guru menjadi tidak kreatif, kaku, hanya berfungsi sebagai operator atau tukang dan takut melakukan berbagai pembaruan.

Rasa takut itu pada akhirnya semakin memperkokoh kekuasaan birokrasi dengan menjadikan guru sebagai bagian dari pegawai-pegawai bawahan yang harus tunduk patuh pada perintah "atasan". Guru yang berani mengkritik, apalagi memprotes tindakan "atasan" yang tidak benar, dengan mudah diperlakukan sewenang-wenang seperti diintimidasi, dimutasi, diturunkan pangkatnya atau bahkan dipecat dari pekerjaannya. Kasus mutasi Waldonah di Temanggung, kasus mutasi 10 guru di Kota Tangerang, kasus pemecatan Nurlela dan mutasi Isneti di Jakarta, serta beberapa kasus penindasan terhadap guru di berbagai daerah menunjukkan begitu kuatnya proses birokratisasi profesi guru sampai saat ini.

Proses yang sama terjadi pula sampai ke dalam kelas. Dalam proses pembelajaran, guru lebih menempatkan diri sebagai agen- agen kekuasaan. Ia memerankan dirinya sebagai pentransfer nilai-nilai ideologi kekuasaan yang tidak mencerahkan kepada anak-anak didiknya daripada membangun suasana pembelajaran yang demokratis dan terbuka. Anak didik dijadikan "bawahan-bawahan" baru yang harus tunduk dan patuh kepada guru sesuai juklak dan juknis atau atas nama kurikulum.

Kondisi ini semakin diperparah ketika proses birokratisasi ikut memasuki jejaring organisasi guru. Sebagian pengurusnya dikuasai oleh kalangan birokrasi. Akibatnya, organisasi yang diharapkan mampu membangun komunitas guru yang intelektual-transformatif dan melindungi gerakan pembaruan intelektual guru, justru jadi bagian dari rezim birokrasi yang "mengebiri" kemerdekaan profesi guru.

Penunggalan organisasi guru menjadi bagian dari agenda penguatan kekuasaan birokrasi yang tak terlepas dari kepentingan politik kekuasaan yang lebih besar lagi. Bisa dibayangkan, guru menjadi tidak cerdas dan tumpul pemikirannya justru oleh ulah organisasinya sendiri. Sungguh ironis!

Debirokratisasi

Program kualifikasi, sertifikasi, dan pemberian tunjangan kesejahteraan kepada guru jelas bukan jawaban satu-satunya untuk membangun kualitas guru. Tanpa disertai gerakan debirokratisasi profesi guru, sulit rasanya kesejatian kualitas guru akan terbangun.

Oleh karena itu, profesionalisme guru harus dibangun bersamaan dengan dorongan untuk membangun keberanian guru melibatkan diri dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan, bebas menyampaikan berbagai pandangan profesinya, mengkritik, bebas berekspresi dan bebas berserikat sebagai wujud kemandirian profesinya. Bagaimana semua itu dapat diwujudkan?

Beberapa pasal dalam UU Guru dan Dosen ternyata menjadikan debirokratisasi profesi guru sebagai bagian penting dari upaya peningkatan kualitas guru. Pasal 14 Ayat 1 Butir (i) menyebutkan: Dalam menjalankan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.

Klausul ini mempertegas hak guru untuk terlibat dalam setiap pengambilan kebijakan pendidikan, mulai dari tingkat sekolah sampai penentuan kebijakan pendidikan di tingkat provinsi maupun pemerintahan pusat. Guru tidak boleh lagi ditempatkan sebagai bawahan yang hanya menerima berbagai kebijakan birokrasi, tetapi harus duduk bersama untuk merumuskan kebijakan yang partisipatif.

Pada pasal yang sama Butir (h) disebutkan: Guru berhak memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi guru. Pasal ini diperkuat oleh Pasal 41 Ayat 1 yang menyebutkan bahwa: Guru dapat membentuk organisasi profesi yang bersifat independen, juga Pasal 1 Butir (13) yang menyebutkan: Organisasi profesi guru adalah perkumpulan berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.

Ketiga pasal ini mempertegas kemandirian guru untuk bebas berorganisasi dan melepaskan diri dari kepentingan kekuasaan birokrasi. Pasal 1 Butir (13) mempertegas bahwa siapa pun yang bukan guru tidak dibenarkan mendirikan dan mengurus organisasi guru, seperti yang selama ini banyak dilakukan oleh birokrasi atau bahkan para petualang politik.

UU Guru dan Dosen juga memberikan perlindungan hukum kepada guru dari tindakan sewenang-wenang birokrasi, baik dalam bentuk ancaman maupun intimidasi atas kebebasan guru untuk menyampaikan pandangan profesinya, kebebasan berserikat/berorganisasi, keterlibatan dalam penentuan kebijakan pendidikan dan pembelaan hak-hak guru.

Pasal 39 Ayat 3 menegaskan bahwa guru mendapat perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlakuan tidak adil dari pihak birokrasi atau pihak lain. Ayat 4 pada pasal yang sama secara tegas memberi perlindungan profesi kepada guru terhadap pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan terhadap profesi dan terhadap pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

UU Guru dan Dosen cukup mendorong proses debirokratisasi profesi guru. Ruang kebebasan guru tanpa harus dibayangi ketakutan pada kekuasaan birokrasi kini mulai terbuka lebar. Birokrasi kekuasaan harus menerima perubahan paradigma yang ditawarkan undang-undang ini. Guru harus berani menempati ruang tersebut. Karena itu, jangan pernah takut lagi untuk menjadi guru yang kreatif!

0 komentar: