KIAT SUKSES KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
KAITAN EMOSI GURU DAN MURID
Oleh: AGUS HERMAWAN
Bagaimana mengkaitkan emosi siswa dengan guru? Setelah sapaan "Selamat pagi anak-anak?" pada pembelajaran hari pertama tahun pelajaran, masuki dunia siswa dengan perkenalan yang bergairah dan penuh rasa empati. Selain nama siswa dan guru, hobi, lagu favorit, grup band favorit sampai buku-buku favorit pun dapat diapresiasikan.
Pada kesempatan ini segenap jiwa dan raga guru sedapat mungkin posisikanlah sebagai seorang teman bagi siswa. Pada proses pembelajaran sehari-hari, masuki dunia siswa dengan mencoba membuka kegiatan pembelajaran dengan mengaitkan materi pembelajaran, yang sudah ataupun yang akan dikaji, dengan pengalaman dan kehidupannya (contextual learning). Hal demikian perlu dilakukan agar antara guru dan siswa pada setiap tatap muka senantiasa terbentuk ikatan emosi.
Perlu kita sadari bahwa ketika proses pembelajaran berlangsung seluruh aspek kejiwaan siswa dan guru terlibat. Bukan hanya fisik pikiran, perasaan, pengalaman, bahasa tubuh, dan emosipun terlibat. Ini menunjukkan bahwa pada setiap pembelajaran, prosesnya tidak sesederhana yang kita bayangkan selama ini. Wajar saja bila pada awal pembelajaran seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah yang merengut atau suram, proses pembelajaran dapat diperkirakan berlangsung dalam suasana yang menegangkan dan melelahkan.
Siswa tidak akan berani bertanya apalagi mengemukakan suatu pendapat yang berbeda dengan sang guru. Suasana demokrasi akan lenyap. Selama pembelajaran berlangsung jiwa siswa berada dalam ketidaknyamanan. Pembelajaran tidak menghasilkan apa-apa bagi siswa.
Sebaliknya, ketika seorang guru memasuki ruang belajar dengan wajah ceria dan menampilkan seuntai senyuman, suasana pembelajaran akan berbeda seratus delapan puluh derajat dibanding dengan suasana pertama. Oleh guru yang kedua, rasa senang belajar akan tumbuh dalam diri siswa. Kedekatan guru dengan siswa mulai terbangun dan kaitan emosi terjalin.
Setelah kaitan emosi terjalin, saatnya seorang guru mulai membawa siswa ke dunia guru. Apapun materi yang disajikan (konsep, teori, topik, rumus, kosakata, dan lainnya) dan dieksplorasi lebih mudah dipahami siswa. Otomatis pembelajaran melibatkan seluruh aspek kejiwaan siswa dan guru. Bila ini terjadi semua materi yang dipelajari akan dirasakan kebermaknaannya oleh siswa. Guru akan semakin berkembang wawasan dan pengalamannya melalui proses tersebut.
Suasana
Jumlah siswa per kelas idealnya sebanyak 30 siswa untuk ukuran
Siswa tidak diliputi rasa takut dalam menyampaikan pertanyaan. Demikian juga guru dalam merespons pendapat siswa senantiasa menanggapi dengan
Suasana pembelajaran yang santai dapat diciptakan bila guru menyadari bahwa materi-materi pelajaran yang dipelajari akan melekat lebih lama dalam otak siswa bila suasana tidak kaku dan tidak serba prosedural. Lagi pula agar materi yang dikaji lebih bermakna bagi anak, rasanya dalam suasana santai akan lebih terasa.
Dalam suasana santai proses pengendapan berlangsung lebih lama karena materi yang diterima akan bersentuhan dengan pengetahuan sehimpun yang berseliweran dalam otak siswa. Juga proses mengeksplorasi materi pembelajaran menjadi lebih mendalam. Dalam suasana demikian refleksi akan menjadi bagian terdalam pembelajaran. Sampai siswa menjadi terbiasa berujar dalam benaknya, "aku ngerti lho" atau "aku tahu maknanya" atau "wow aku bisa."
Pembelajaran dan guru
Dengan terciptanya kaitan emosi antara siswa dan siswa, guru dan siswa, hasil pembelajaran akan lebih mendalam dan bermakna. Pembelajaran tidak sebatas pada belajar tentang dan belajar tetapi juga bagaimana belajar menjadi (Harefa, 2004: 23). Belajar tentang bahasa
Keterlibatan emosi lebih nyata dalam pembelajaran khususnya mata pelajaran yang melibatkan inner-self manusia sampai ketahapan belajar menjadi. Misalnya pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, Sosiologi, Antropologi, Sejarah, dan Pendidikan Agama, siswa memaknai konsep-konsep bagaimana seharusnya menjadi seorang manusia yang hidup di lingkungan sosialnya sesuai dengan hasil belajar dan pemahaman di kelas. Di sini siswa mulai belajar menjadi. Belajar menjadi manusia yang sopan, santun, beradab, menghargai perbedaan, bekerjasama, berinteraksi, jujur, dan memiliki kaitan emosi.
Bila dalam pembelajaran guru melangkah sampai ke tahap belajar menjadi, siswa akan terbiasa untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sekolah. Saat menghadapi tes, siswa tidak akan menggunakan metode SKS (sistem kebut semalam) lagi karena dalam dirinya sudah tertanam kemampuan memotivasi diri, independen dan percaya diri. Siswa akan terbiasa seimbang dalam berpikir kreatif, analisis, dan praktis.
Selain mengembangkan kebiasaan bersosialisasi dalam membentuk komunitas belajar, guru juga diharapkan mengajar penuh dengan kreativitas, inovasi, dan mampu mengakomodasi berbagai
Dengan mengkreasikan dan mengimplementasikan model atau metode tersebut jalinan-jalinan emosi positif yang dilalui dalam pembelajaran akan saling bersinergi dengan pengalaman-pengalaman emosi yang sudah tertanam dalam diri siswa. Ini yang mengakibatkan mulai terbentuknya rasa senang dalam belajar. Yang paling penting, akibat lebih jauh dari kebiasaan ini adalah terciptanya keseimbangan antara perasaan dan pikiran.***
1 komentar:
sangat-sangat bermanfaaat ...
Posting Komentar